Oleh: Ahmad Nurarifin
Ramadhan bulan penuh
berkah, ampunan, dan tentunya bulan yang makbul untuk kita memohon
kepada Allah. Memasuki 10 hari terakhir Ramadhan sungguh spesial, karena
merupakan salah satu hari dimana terdapat malam lailatul qadhar; malam
yang penuh berkah, malam yang lebih baik dari seribu bulan (QS Al Qadar
[97] : 3-5).
Sudah sepatutnya sebagai seorang muslim berusaha
mempersiapkan diri berbenah supaya termasuk dari golongan yang bisa
mendapatkan berkah malam lailatul qadhar.
Teradapat banyak
pendapat mengenai kapan terjadinya malam tersebut diantaranya, pertama
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di
bulan Ramadhan.” (HR Bukhari).
Kedua, “Carilah lailatul qadar di
sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah
ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)
Yang
perlu diperhatikan adalah bahwa Allah akan menilai bukan hanya secara
instan, namun dari kontinuitas kita beribadah, tidak serta merta kita
hanya memfokuskan penuh beribadah pada hari-hari ganjilnya saja.
Sambil
beriktikaf dan memburu Lailatul qadhar, segunung doa dipanjatkan.
Akankah instan pula dikabulkan? Belum tentu.
Mengutip Ibrahim bin
Adham seorang sufi yang hidup pada abad ke-8 Masehi, pernah berpidato
di hadapan jamaah di Basrah, yang rata-rata mereka hampir putus asa
dalam doa, lantaran sudah lama berdoa tetapi tidak terkabul.
Kata
Ibrahim Adham, “Doamu tidak dikabulkan Allah lantaran sepuluh perkara:
1.
Kamu mengenal Allah, tetapi kamu tidak mendatangkan kewajiban
kepada-Nya.
2. Engkau membaca Al-Qur’an, tetapi engkau tidak
mengamalkan kandungannya.
3. Engkau mengatakan menjadi musuh
syetan, tetapi engkau mengikuti dan bersesuaian dengan syetan.
4.
Engkau mengatakan menjadi Umat Nabi Muhammad SAW, tetapi engkau tidak
mengikuti jejaknya.
5. Engkau berkeinginan masuk surga, tetapi
tidak mau beramal yang dapat menghantarkannya ke surga.
6. Engkau
menginginkan selamat dari api neraka, tetapi engkau mencampakkan dirimu
ke dalamnya.
7. Engkau mengatakan bahwa mati itu pasti, tetapi
engkau tidak mau mempersiapkan bekal untuk mati.
8. Engkau sibuk
meneliti cela kawan-kawanmu, tetapi engkau tidak mau memperhatikan cela
dirimu sendiri.
9. Engkau makan nikmat dari Tuhamu, tetapi engkau
tidak pernah bersyukur kepadanya.
10. Engkau ikut mengubur orang
mati, tetapi engkau tidak dapat mengambil i’tibar (pelajaran) dari
peristiwa itu.
Maka setiap orang yang berdoa dan menginginkan
doanya segera terkabul hendaknya bercermin kepada Rasulullah SAW.
Bagaimana beliau berdoa. Sesudah itu harus pula mengetahui dan memenuhi
etika dan estetika berdoa.
Sesudah itu, perhatikan benar-benar
uraian di atas. Saudara akan dapat menjawab di mana letak kesalahan
doanya sehingga tidak atau belum terkabul. Pada akhirnya nanti pasti
akan sadar bahwa tidak segera terkabulnya doa itu faktornya berada pada
diri orang yang berdoa, bukan berada pada Allah.
Penulis adalah
sahabat Republika Online yang kini sedang bekerja di Makkah, Arab Saudi.
sumber http://www.republika.co.id/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar