Semoga dengan media blog ini bisa saling berbagi informasi dan mudah-mudahan bisa bermanfaat buat semuanya.
"Khoirunnas Anfa'uhum Linnas", Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat buat manusia lainnya.

Paradigma Baru Pendidikan Nasional

Minggu, 27 Januari 2013 | 0 komentar

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL
(Demokratisasi, Otonomi, Civil Society dan Globalisasi)
Oleh: Arifin

Perkembangan Pendidikan nasional akhir-akhir ini semakin tampak, mulai dari sistemnya, pelaksanaan serta evaluasi dan monitoring. Hal ini terjadi dikarenakan banyak hal salah satunya terjadinya perubahan paradigma berpikir dalam memaknai konsep pendidikan nasional serta kajian-kajian kemanfaatan yang selalu disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Paradigma yang sedang berkembang diantaranya, demokratisasi, otonomi, Civil society dan Globalisasi. Konsep berpikir ini yang merubah sistem pendidikan kita yang pada mulanya sentralisasi menjadi desentralisasi, karena beberapa hal tersebut merupakan lambang kemajuan di beberapa negara sehingga secara eksplisit kita harus menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut agar kita tidak dikatakan tertinggal khususnya pada dunia pendidikan lebih luasnya pada semua bidang.
Demokrasi dalam dunia pendidikan adalah suatu keharusan dimana hak-hak masyarakat bisa tersalurkan lewat demokrasi tersebut. Thomas Jefferson mengemukakan tanpa pendidikan kemerdekaan menjadi tidak mungkin, ia melanjutkan modal utama kekuatan politik berada pada rakyat, yaitu rakyat yang menguasai pengetahuan dan informasi. John Dewey mengatakan demokrasi adalah kehidupan bersama yang saling berkaitan dan saling mengkomunikasikan pengalaman. John mengatakan bahwa suatu masyarakat hanya akan ada karena suatu komunikasi serta saling membagi ilmu pengetahuan.
Jadi demokrasi dan pendidikan kita lihat merupakan dua muka dari suatu mata uang, demokrasi tidak dapat hidup tanpa pendidikan, dan sebaliknya pendidikan yang baik tidak akan hidup dalam suatu masyarakat yang tidak demokratis. Persamaan persepsi terhadap peryataan ini perlu sehingga kita bisa menata pendidikan kita dalam ranah demokrasi.
Begitu juga dengan otonomi, penetapan otonomi merupakan suatu langkah dalam menata pendidikan nasional dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menata, mengatur, mengembangkan serta memajukan potensi didaerahnya. Sama halnya dengan potensi-potensi di bidang pendidikan karena daerahlah yang paling memahami perkembangan masyarakat sekitar. Otonomi juga diharapkan akan membawa perubahan positif dalam kemajuan pendidikan kita terutama peningkatan mutu pendidikan. Karena kemajuan suatu negara juga ditandai dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Kajian Bank Dunia pada tahun 2005 faktor yang paling menentukan keunggulan suatu negara adalah: (a) kemampuan berinovasi sebesar 45 %, kesemuanya ini dilakukan oleh SDM yang berkualitas; (b) networking 25 % yakni kemampuan menjalin hubungan dengan negara lain yang memiliki kemampuan-kemampuan dalam pembangunan; (c) teknologi 20 %; (d) Sumber daya alam 10%. Jadi SDM yang memadai adalah suatu keharusan dalam membangun negara disamping dukungan beberapa factor lainnya. Misalkan Finlandia dan Singapura miskin SDA tetapi kualitas SDM nya bagus di dunia.
Civil society dan globalisasi merupakan tanda kemajuan paradigma dalam dunia global yang datang seiring dengan perkembangan peradaban manusia, yakni wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia muncul bersamaan dengan modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feodal menuju masyarakat barat modern.

Peran Negara dalam Politik Pendidikan Penguasa

| 0 komentar

PERAN NEGARA DALAM POLITIK PENDIDIKAN PENGUASA
Oleh: Arifin

Sejarah perjalanan bangsa ini membuktikan bahwa negeri ini memiliki pengalaman politik yang padat (Yamin, 2009:23). Reformasi yang digelorakan sejak mei 1998 menimbulkan ekses yang berkepanjangan, seperti euphoria dalam kancah sosial dan politik, disamping vandalisme, brutalisme, anarkisme, dan kekerasan fisik lainnya.
Pada masa Orba, pemerintah memiliki kekuatan besar untuk melakukan manipulasi data dan mobilisasi SDM penyelenggara pemilu. Sebab, pemerintah secara de facto dan de jure berkuasa. Namun, untuk konteks pemilu saat ini, penanggung jawab operasional dan administrasi pemilu adalah KPU. Oleh karena itu, bila kita menggunakan analisis konspiratif, itu merupakan bentuk sikap politik dengan argumen lama untuk konteks baru. Dan sudah tentu, sikap ini kurang tepat secara kontekstual.
Memperhatikan aspek seperti ini, kita bisa melihat satu pelajaran sosial politik bagi masyarakat Indonesia. Dengan menggunakan teori social learning secara luas, pemilu dan perilaku politik seputar pemilu, bukan saja menjadi bagian dari proses pembelajaran bagi masyarakat, tetapi menjadi bahan pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Perilaku politik yang dipertontonkan kaum elite selama ini, merupakan pelajaran-pelajaran penting bagi rakyat Indonesia.
Menggunakan variasi penggunaan konsep itu, ada tiga istilah penting yang dapat dikembangkan. Pertama, masalah pendidikan politik. Pemilu merupakan contoh nyata pendidikan politik bagi rakyat Indonesia. Di depan TPS (tempat pemungutan suara), rakyat Indonesia belajar sabar dan merdeka dalam menentukan sikap politiknya. Secara teoritik, sesungguhnya setiap warga negara memiliki kebebasan hakiki untuk menunjukkan sikap politik. Selepas jatuhnya kekuasaan Soeharto, rakyat tidak lagi mendapat teror dari aparat untuk menentukan sikap politik. Mereka memiliki kebebasan yang luas, untuk menentukan sikapnya. Inilah pelajaran penting yang dapat dilihat dari pemilu. Sebab, pemilu adalah bagian penting dari proses pendidikan politik.
Kedua, hal yang tidak kalah pentingnya adalah politik pendidikan. Pendidikan selama ini, jarang digunakan sebagai instrumen politik dalam menentukan arah dan bentuk masa depan. Pendidikan lebih banyak menjadi korban politik dan bukan katalis politik dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan.
Kajian Tilaar (2003) menjelaskan, pendidikan, kebudayaan, dan politik tidak bisa dipisahkan. Pada sisi yang lainnya, kekuasaan negara memiliki batas-batas tertentu dalam dunia pendidikan. Negara tidak bisa mencampuri urusan pribadi (privacy) masyarakat. Pendidikan sebagai satu proses humanisasi, perlu mengembangkan budaya pembebasan dalam proses pembelajaran, yaitu proses pemberian ruang kebebasan ekspresi dan ruang memilih bagi setiap warga negara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa pendidikan merupakan hak peserta didik dan orang tua. Oleh karena itu, hegemoni negara yang berlebihan hanyalah melahirkan proses pembodohan dan penjinakan warga oleh kepentingan segelintir elite penguasa.
Berikut beberapa peran negara dalam pendidikan (diolah pada materi sosiologi pendidikan). Sebagaimana bagan berikut:

PERAN ORIENTASI
Pemerataan Pendidikan Kualitas
Kualitas Prioritas kesejahteraan daerah
Proses Perubahan tingkah laku dan outcome
Metodologi Dialogis
Manajemen Manajemen berpusat institusi sekolah
Pelaksanaan Layanan Pendidikan Kekuasaan sebagai partner/pengarah
Perubahan Sosial Demokratis- grass root
Perkembangan Demokrasi Tingkah laku demokratis substantif
Perkembangan Sos.Ek. Masy.setempat Dasar pengemb./peny. kurikulum
Perkembangan Nilai-nilai Moral Agama Akar budaya dan agama setempat
Nasionalisme Multikulturalisme
Pendanaan Wajar Dikdas 9-12 tahun Selektif,Nasional,Persatuan nasional Kondisional

Dengan demikian tugas negara ialah menjamin berkembangnya hak-hak warganegara untuk memperoleh pendidikan yang baik dan berkualitas dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 jelas dinyatakan bahwa setiapWarga Negara berhak mendapatkan pendidikan. lebih dalam lagi dalam pembukaan UUD dikemukakan bahwa adalah merupakan tugas pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan rakyat. Ini artinya salah satu tugas pemerintah ialah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga negara untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya.

Politik dan Kebijakan Pendidikan perspektif Keilmuan

| 0 komentar

Hasil review...
POLITIK DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN
Oleh: Arifin

Teori Kritis dalam Politik dan Kebijakan Pendidikan
Teori kritis pada dasarnya merupakan sebuah perspektif teoritis yang sangat eklektik yang sumber-sumber pemikiranya dapat dijadikan acuan untuk berpikir kritis bagi pengembangan ilmu pemgetahuan. Teori kritis bertujuan untuk menghilangkan berbagai bentuk dominasi serta mendorong kebesan, keadilan dan persamaan.
Mengkaji sebuah pengetahuan berdasarkan atas teori kritis diharapkan akan melahirkan sebuah pencerahan ilmu yang logis dari sebuah hasil pemikiran. Kebijakan merupakan salah satu hasil dari politik, sehingga semua kebijakan merupakan endapan politik yang dimaksud.
Bila Francis Bacon menyebut bahwa "knowledge is power", maka turunan dari kalimat ini dapat dikatakan bahwa "education is power". Dengan kata lain, di era informasi, ilmu merupakan energi besar bagi kebangkitan dan perjuangan bangsa. Namun, kebangkitan dan perjuangan itu tidak akan muncul bila nilai-nilai kebangsaan tidak disosialisasikan (atau diajarkan). Pada bagian terakhir itulah, maka knowledge is power dapat diwujudkan dalam kesadaran education is power.
Implikasi nyata dari kesadaran ini, yaitu perlunya pemberdayaan pendidikan sebagai bagian penting dari proses politik di Indonesia, khususnya politik karakter bangsa bagi pembangunan. Pendidikan adalah instrumen penting dalam membangun karakter bangsa dan pembangkitan kesadaran atau nasionalisme bangsa. Sayangnya, kita belum mampu merumuskan dan atau menggunakan pendidikan sebagai katalis pembangunan, atau pendidikan sebagai instrumen politik kebangsaan. Politik pendidikan adalah sektor penting bagi masa depan Indonesia. Sebab, dengan politik pendidikan ini, Indonesia bisa menentukan potret hari esok dari saat ini.

Hubungan Politik dengan Pendidikan

| 0 komentar

hasil REwiew..
KONSEP DASAR POLITIK, KEKUASAAN, DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN
(PROSPEK KAJIAN POLITIK PENDIDIKAN)
Oleh: Arifin
Hubungan Politik dan Pendidikan.
Politik dan pendidikan memiliki keterkaitan yang sangat erat, sehingga pada setiap kajian mengenai pendidikan sudah pastinya unsur politik meliputi kajian tersebut. politik pendidikan menjadi panduan utama dalam perjalanan pendidikan kebangsaan. Dengan adanya politik penddikan yang jelas, maka konsep pendidikan yang akan dibentuk dan dicapaipun akan berada dalam bangunan konsep yang tepat, kuat, dan kokoh.
Menurut Benny Susetyo, politik pendidikan yang kerdil dan sempit, yang merupakan hasil reduksinisme, telah mengubur nilai hakiki politik pendidikan sejatinya. Dengan demikian kita memerlukan politik pendidikan yang terbuka dan mencerahkan yang dapat melahirkan tatanan pendidikan yang berkualitas, serta mampu merangkul segala kebutuhan masyarakat (masyarakat pendidikan), tanpa adanya deskriminasi, kastanisasi terhadap kebijakan pendidikan yang dihasilkan oleh pemerintah. Yang pasti politik pendidikan bertujuan untuk memperjelas arah kemajuan pendidikan demi pembangunan bangsa yang lebih baik baik ke depan.

Prospek Kajian Pendidikan
Dalam kontek ini, politik pendidikan nasional dimaksudkan sebagai pendekatan atau metode yang didasarkan pada kebudayaan bangsa Indonesia guna memengaruhi pihak-pihak tertentu dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Menurut Ki Supriyoko, ada lima definisi mengenai politik pendidikan. Pertama; politik pendidikan adalah metode memengaruhi pihak lain untuk mencapai tujuan pendidikan, Kedua; politik pendidikan lebih berorientasi pada bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai. Ketiga, politik pendidikan berbicara mengenai metode untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya anggaran pendidikan. Keempat, politik pendidikan berbicara mengenai sejauh mana pencapaian pendidikan sebagai pembentuk manusia Indonesia yang berkualitas, penyangga ekonomi nasional, pembentuk bangsa yang berkarakter, dsbnya.
Dengan demikian politik pendidikan dimaknai sebagai sebuah endapan politik negara, penjabaran dari tradisi bangsa dan nilai-nilai, serta sistem konsepsi rakyat mengenai bentuk negara dalam sistem pendidikan. Sehingga politik pendidikan terfokus pada kajian mengenai program-program kebijakan pendidikan yang dirancang oleh pemerintah sebagai upaya untuk memperbaiki pendidikan nasional.

Refleksi

| 0 komentar

perbedaan antara negara berkembang (miskin) dengan negara maju (kaya) tidak tergantung pd umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir yg umurnya lebih dari 2000 tahun tetapi tetap terbelakang (miskin)..
Disisi lain-Singapura, kanada, Australia dan New Zealand negara yg umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun, saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di dinia dan penduduknya tidak lagi miskin.

ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara jg tdak menjamin negara itu itu menjadi kaya atau miskin...lihat saya,,Negara Jepang mempunyai area yg sangat terbatas dataranya 80% berupa pegunungan dan tidak cukum untuk meningkatkan pertaniaan dan peternakan, tetapi saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi di dunia..

Swiss tidak mempunyai perkebunan cokelat, tetapi sebagai negara pembuat cokelat terbaik di dunia. hanya 11 % daratannya yg bisa di tanami. Swiss juga mengelola susu dengan kualitas terbaik (Nestele) adalah salah satu perusahaan terbesar di dunia. Swiss juga tidak mempunyai cukup reputasi dalam keamanan integritas dan ketertiban, tetapi saai ini bank-bank di Swis menjadi bank yg sangat disukai di dunia..

Para eksekutif dari negara maju dan negara miskin ketika berkomunikasi akan spakat bahwa tidak ada perbedaan yg signifikan dalam hal kecerdasan, ras/warna kulit. para imigran yag dinyatakan pemalas di negaranya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju di eropa..

:: lalu apa perbedaanya::

Perbedaannya adalah pada sikap atau perilaku masyarakat yg dibentuk sepanjag tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata mayoritas penduduknya sehari-hari mengikuti atau mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut:
1. etika sbg prinsip dasar kehidupan sehari-hari
2. kejujuran dan integritas
3. bertanggungjawab
4. hormat pada aturan dan hukum
5. hormat pada hak orang lain
6. cinta pada pekerjaan
7. berusaha keras untuk menabung/investasi
8. mau bekerja keras
9. tepat waktu.

Dinegara miskin hanya sebagian kecil masyarakatnya yang menjalankan prinsip dasar tersebut..

kita bukan miskin karena kurang SDA atau karena alam kejam pada kita, kita miskin karena perilaku kita yg kurang " kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip-prinsp dasar kehidupan tersebut""

selamat..semoga!!
 
© Copyright 2010-2011 Arifin Raleopaqi All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.