Dalam Annual Report tahun 2004, UNFPA
sebuah badan PBB yang menangani masalah kependudukan antara lain
merekomendasikan perlunya penanganan serius terhadap hubungan antar
generasi yang kurang harmonis, serta perhatian lebih besar terhadap
masalah remaja.
Rekomendasi tersebut tampaknya cukup
beralasan bila kita cermati realitas kondisi sosial masyarakat. Di
Jakarta misalnya, tawuran pelajar belum juga mereda. Penggunaan NAZA
bahkan sudah merambah pedesaan, juga fakta pelacuran ABG yang membuat
kita semua terperangah. Angka pengidap HIV dipercaya berkisar ratusan
ribu orang sampai tahun 2010 nanti, dan akhirnya hati kita semakin
terpilin perih oleh kenyataan merebaknya anak jalanan akhir-akhir ini.
Penelaahan kita pada berbagai fakta di
atas membawa kita pada perkiraan “something wrong is going on“. Kita
dihadapkan pada kenyataan kegelisahan sosial yang semakin bergolak. Kita
melihat wajah-wajah hampa tak tentu tujuan, kita pun bisa merasakan
ada hati-hati yang sepah, senyap, dan begitu asing dari kehangatan.
Kita tahu itu semua. Hanya kemudian, kita belum memutuskan, apakah kita
akan sungguh sungguh hadir dan menghadirkan realitas itu dalam ruang
kepedulian kita?
Berbagai ekspresi ketidakseimbangan
sosial yang kita lihat menggambarkan kebutuhan yang sangat mendesak
terhadap situasi yang lebih kondusif sesuai fitrah manusia. Situasi
yang membuat semua orang menjadi berdaya dan mampu menghadapi berbagai
terpaan sosial. Situasi yang sedemikian itu, keluargalah yang mampu
memberikannya.
Keluarga sebagai basis inti masyarakat,
adalah wahana yang paling tepat untuk memberdayakan manusia dan
‘mencekal’ berbagai bentuk frustasi sosial, ini adalah hal yang
aksiomatis dan universal. Masyarakat Eropa misalnya, saat ini para
sosiolog mereka merasa gelisah karena prediksi kepunahan bangsa. Betapa
tidak, tatanan, sakralitas dan antusiasme terhadap keluarga sudah
tipis sekali di kalangan muda mereka. Ini tentu saja berdampak buruk
terhadap angka pertumbuhan penduduk. Hingga iming-iming berbagai hadiah
dan fasilitas dari pemerintah bagi ibu yang melahirkan dan
keluarganya, tidak membuat mereka bergeming. Berbagai penyakit sosial
pun muncul. Mulai dari angka bunuh diri yang tinggi hingga anomali
kemanusiaan yang lain.
ni adalah saat yang tepat untuk memberi perhatian yang lebih besar
terhadap keluarga, khususnya dalam skala nasional. Berbagai pelajaran
di atas menyuarakan hal ini. Dan ini adalah tugas kita bersama.
I. Arti Pernikahan dalam Islam
Dalam menganjurkan ummatnya untuk
melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata beranggapan bahwa
pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan keluarga, bahwa
pernikahan bukanlah semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak yang
sholeh, bukan semata cara untuk mengekang penglihatan, memelihara
fajar atau hendak menyalurkan biologis, atau semata menyalurkan naluri
saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut di atas. Akan tetapi lebih dari
itu Islam memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh mendasar
terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam.
II. Fungsi Keluarga dalam Islam
Keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat, perlu diberdayakan fungsinya agar dapat mensejahterakan
ummat secara keseluruhan. Dalam Islam fungsi keluarga meliputi :
A. Penerus Misi Ummat Islam
Dalam sejarah dapat kita lihat,
bagaimana Islam sanggup berdiri tegap dan tegar dalam menghadapi
berbagai ancaman dan bahaya, bahkan Islam dapat menyapu bersih kekuatan
musryik dan sesat yang ada, terlebih kekuatan Romawi dan Persia yang
pada waktu itu merupakan Negara adikuasa di dunia.
Menurut riwayat Abu Zar’ah Arrozi bahwa
jumlah kaum muslimin ketika Rasulullah Saw wafat sebanyak 120.000 orang
pria dan wanita [1]. Para sahabat sebanyak itu kemudian berguguran
dalam berbagai peperangan, ada yang syahid dalam perang jamal atau
perang Shiffin. Namun sebagian besar dari para syuhada itu telah
meninggalkan keturunan yang berkah sehingga muncullah berpuluh “singa”
yang semuanya serupa dengan sang ayah dalam hal kepahlawanan dan
keimanan. Kaum muslimin yang jujur tersebut telah menyambut pengarahan
Nabi-nya: “Nikah-lah kalian, sesungguhnya aku bangga dengan jumlah
kalian dari ummat lainnya, dan janganlah kalian berfaham seperti rahib
nashrani” [2].
Demikianlah, berlomba-lomba untuk
mendapatkan keturunan yang bermutu merupakan faktor penting yang telah
memelihara keberadaan ummat Islam yang sedikit. Pada waktu itu menjadi
pendukung Islam dalam mempertahankan kehidupannya.
B. Perlindungan Terhadap Akhlaq
Islam memandang pembentukan keluarga
sebagai sarana efektif memelihara pemuda dari kerusakan dan melidungi
masyarakat dari kekacauan. Karena itulah bagi pemuda yang mampu
dianjurkan untuk menyambut seruan Rosul.
“Wahai pemuda! Siapa di antara kalian
berkemampuan maka menikahlah. Karena nikah lebih melindungi mata dan
farji, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah shoum, karena
shoum itu baginya adalah penenang” ( HR.AL-Khosah dari Abdullah bin
Mas’ud ).
C. Wahana Pembentukan Generasi Islam
Pembentukan generasi yang handal,
utamanya dilakukan oleh keluarga, karena keluargalah sekolah
kepribadian pertama dan utama bagi seorang anak. Penyair kondang Hafidz
Ibrohim mengatakan: “Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya. Bila engaku
mendidiknya berarti engkau telah menyiapkan bangsa yang baik
perangainya“. Ibu sangat berperan dalam pendidikan keluarga, sementara
ayah mempunyai tugas yang penting yaitu menyediakan sarana bagi
berlangsungnya pendidikan tersebut. Keluarga-lah yang menerapkan sunnah
Rosul sejak bangun tidur, sampai akan tidur lagi, sehingga bimbingan
keluarga dalam melahirkan generasi Islam yang berkualitas sangat
dominan.
D. Memelihara Status Sosial dan Ekonomi
Dalam pembentukan keluarga, Islam
mempunyai tujuan untuk mewujudkan ikatan dan persatuan. Dengan adanya
ikatan keturunan maka diharapkan akan mempererat tali persaudaraan
anggota masyarakat dan antar bangsa.
Islam memperbolehkan pernikahan antar
bangsa Arab dan Ajam (non Arab), antara kulit hitam dan kulit putih,
antara orang Timur dan orang Barat. Berdasarkan fakta ini menunjukkan
bahwa Islam sudah mendahului semua “sistem Demokrasi ” dalam mewujudkan
persatuan Ummat manusia. Bernard Shaw mengatakan:
“Islam adalah agama kebebasan bukan
agama perbudakan, ia telah merintis dan mengupayakan terbentuknya
persaudaraan Islam sejak Seribu Tiga Ratus Lima Puluh tahun yang lalu,
suatu prinsip yang tidak pernah dikenal oleh bangsa Romawi, tidak
pernah ditemukan oleh bangsa Eropa dan bahkan Amerika Modern sekalipun
“.
Selanjutnya mengatakan:
“Apabila Anda bertanya kepada seorang
Arab atau India atau Persia atau Afganistan, siapa anda? Mereka akan
menjawab “Saya Muslim (orang Islam)”. Akan tetapi apabila anda bertanya
pada orang Barat maka ia akan menjawab “Saya orang Inggris, saya orang
Itali, saya orang Perancis”. Orang Barat telah melepaskan ikatan
agama, dan mereka berpegang teguh pada ikatan darah dan tanah air” [3].
Untuk menjamin hubungan persudaraan
yang akrab antara anak-anak satu agama, maka Islam menganjurkan
dilangsungkannya pernikahan dengan orang-orang asing (jauh), karena
dengan tujuan ini akan terwujud apa-apa yang tidak pernah
direalisasikan melalui pernikahan keluarga dekat.
Selain fungsi sosial, fungsi ekonomi
dalam berkeluarga juga akan nampak. Mari kita simak hadist Rosul
“Nikahilah wanita, karena ia akan mendatangkan Maal” (HR. Abu Dawud,
dari Urwah RA). Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa perkawinan
merupakan sarana untuk mendapatkan keberkahan, karena apabila kita
bandingkan antara kehidupan bujangan dengan yang telah berkeluarga,
maka akan kita dapatkan bahwa yang telah berkeluarga lebih hemat dan
ekonomis dibandingkan dengan yang bujangan. Selain itu orang yang telah
berkeluarga lebih giat dalam mencari nafkah karena perasaan
bertanggung jawab pada keluarga daripada para bujangan.
E. Menjaga Kesehatan
Ditinjau dari segi kesehatan,
pernikahan berguna untuk memelihara para pemuda dari kebiasaan onani
yang banyak menguras tenaga, dan juga dapat mencegah timbulnya penyakit
kelamin.
F. Memantapkan Spiritual (Ruhiyyah)
Pernikahan berfungsi sebagai pelengkap,
karena ia setengah dari keimanan dan pelapang jalan menuju sabilillah,
hati menjadi bersih dari berbagai kecendrungan dan jiwa menjadi
terlindung dari berbagai waswas.
III. Menegakkan Keluarga Sakinah
sebagai Salah SAtu Fungsi Keluarga
Selain fungsi keluarga tersebut di
atas, fungsi kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena
keluarga sakinah yang berarti: keluarga yang terbentuk dari pasangan
suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian
menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah
tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warahmah. Sebagaimana
dianjurkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya
ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu
merasa tenang kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa cinta dan
kasih saying. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran
Allah bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. Ar-Ruum:21)
Faktor-Faktor Pembentukan Keluarga
Sakinah
A. Faktor Utama:
Untuk membentuk keluarga sakinah,
dimulai dari pranikah, pernikahan, dan berkeluarga. Dalam berkeluarga
ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :
1. Memahami hak suami terhadap istri dan
kewajiban istri terhadap suami
a. Menjadikannya sebagai Qowwam (yang
bertanggung jawab)
• Suami merupakan pemimpin yang Allah
pilihkan
• Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap keadaan kecuali yang
bertentangan dengan syariat Islam.
b. Menjaga kehormatan diri
• Menjaga akhlak dalam pergaulan
• Menjaga izzah suami dalam segala hal
• Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami
c. Berkhidmat kepada suami
• Menyiapkan dan melayani kebutuhan
lahir batin suami
• Menyiapkan keberangkatan
• Mengantarkan kepergian
• Suara istri tidak melebihi suara suami
• Istri menghargai dan berterima kasih terhadap perlakuan dan pemberian
suami
2. Memahami hak istri terhadap suami dan
kewajiban suami terhadap istri
a. Istri berhak mendapat mahar
b. Mendapat perhatian dan pemenuhan
kebutuhan lahir batin
• Mendapat nafkah: sandang, pangan,
papan
• Mendapat pengajaran Diinul Islam
• Suami memberikan waktu untuk memberikan pelajaran
• Memberi izin atau menyempatkan istrinya untuk belajar kepada seseorang
atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya
• Suami memberi sarana untuk belajar
• Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar atau
ceramah agama
c. Mendapat perlakuan baik, lembut dan
penuh kasih saying
• Berbicara dan memperlakukan istri
dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil dan paska lahir
• Sekali-kali bercanda tanpa berlebihan
• Mendapat kabar perkiraan waktu kepulangan
• Memperhatikan adab kembali ke rumah
B. Faktor Penunjang
1. Realistis dalam kehidupan berkeluarga
• Realistis dalam memilih pasangan
• Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan
• Realistis dan ridho dengan karakter pasangan
• Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban
2. Realistis dalam pendidikan anak
Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan
anak) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu, sehingga tidak
menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam memberikan ridho’ah (menyusui)
dan hadhonah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan muatan:
• Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental)
• Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan intelektual)
• Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)
3. Mengenal kondisi nafsiyyah suami
istri
4. Menjaga kebersihan dan kerapihan
rumah
5. Membina hubungan baik dengan
orang-orang terdekat
a. Keluarga besar suami / istri
b. Tetangga
c. Tamu
d. Kerabat dan teman dekat
6. Memiliki ketrampilan rumah tangga
7. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga
C. Faktor Pemeliharaan
1. Meningkatkan kebersamaan dalam
berbagai aktifitas
2. Menghidupkan suasana komunikatif dan
dialogis
3. Menghidupkan hal-hal yang dapat
merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap, penampilan maupun prilaku
Demikianlah sekelumit tentang pernikahan dan pembentukan keluarga
sakinah. Semoga Allah memberi kekuatan, kesabaran dan keberkahan kepada
kita dalam membentuk keluarga sakinah yang mawaddah wa rahmah sehingga
terealisir izzatul islam walmuslimin. Amin. []
—
Catatan Kaki:
[1] Albidayah Wan Nihayah, oleh Ibnu Katsir 5:356, Al Ishobah fi
Tamyizis Shohabah, Ibu Hajar 1:3
[2] Al Jami’ Ash-shogir, oleh As-suyuthi, HR. Baihaqi dari hadits Abi
Amanah RA
[3] Majalah Al-Wa’yu, Jum 1969, Hal 6
Daftar Pustaka:
1. Al-qur’an Terjemahan
2. Al-Iroqi, Butsaiman As-sayyid. Rahasia Pernikahan yang bahagia,
Cetakan I.Pustaka Azzam, Jakarta, Oktober 1997
3. Isa, Abdul Ghalib Ahmad. Pernikahan Islam, cetakan I, Pustaka
Manthiq, Solo April 1997
4. Yusuf, Husein Muhammad. Keluarga Muslim dan Tantangannya, Cetakan 9,
Gema Insani Press, Mei 1994
5. Hamid, Muhammad abdul Halim, Bagaimana membahagiakan Istri, Cetakan 2
Citra Islami Press, September 1993
6. Hawwa, Said, Panduan Membina Rumah Tangga Islami
7. Qardawi, prof. Dr. Yusuf, Ruang Lingkup Aktifitas wanita Muslimah,
Pustaka Al-kautsar, Cetakan II, Juli 1996
dakwatuna.com